PEMERINTAH
KABUPATEN DEMAK
DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA
ULANGAN AKHIR SEMESTER GASAL SMA KAB. DEMAK
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Hari /Tanggal : Senin,
Kelas : X I (Sebelas) IPA- IPS Waktu : 07.30 – 09.30 WIB
PETUNJUK UMUM
1.
Tulislah Nomor Peserta Ulangan Kenaikan
Kelas Anda di lembar jawaban yang telah
disediakan.
2. Periksa dan bacalah soal-soal dengan tenang dan teliti
sebelum Anda mengerjakan dan menjawabnya.
3. Laporkan kepada Pengawas jika terdapat tulisan yang kurang
jelas, rusak, atau jumlah soal kurang.
4.
Tersedia
waktu 120 menit untuk mengerjakan soal Ulangan Akhir Semester Gasal
ini.
5.
Jumlah soal
sebanyak 20
butir soal pilihan ganda dan
10 butir soal uraian.
6.
Tidak
diizinkan menggunakan kalkulator, HP, tabel matematika, atau alat bantu hitung
lainnya.
7.
Apabila Anda
ingin membetulkan jawaban di lembar jawab, beri tanda garis ganda (=) pada jawaban sebelumnya.
8. Periksalah pekerjaan Anda sebelum diserahkan kepada Pengawas Ulangan Akhir Semester Gasal 2014.
PETUNJUK KHUSUS
Pilihlah
salah satu
jawaban yang paling benar dengan
cara membubuhkan tanda silang (X) pada huruf A, B,
C, D, atau E di
lembar jawaban
yang tersedia!
1.
Bacalah kutipan cerpen berikut!
BANUN
(Cerpen Damhuri Muhammad)
Bila ada yang bertanya, siapa
makhluk paling kikir di kampung itu, tidak akan ada yang menyanggah bahwa
perempuan ringkih yang punggungnya telah melengkung serupa sabut kelapa itulah
jawabannya. Semula ia hanya dipanggil Banun. Namun, lantaran sifat kikirnya
dari tahun ke tahun semakin mengakar, pada sebuah pergunjingan yang penuh
dengan kedengkian, seseorang menambahkan kata ”kikir” di belakang nama ringkas
itu, hingga ia ternobat sebagai Banun Kikir. Konon,
hingga riwayat ini disiarkan, belum ada yang sanggup menumbangkan rekor
kekikiran Banun.
Berdasarkan
struktur teks cerpen, kutipan teks cerpen di atas adalah….
A.
abstrak
B.
orientasi
C.
komplikasi
D.
evaluasi
E.
resolusi
2.
Bacalah kutipan cerpen berikut!
Pokoknya
keluarga majikan tidak mau ditinggalkan oleh Mbok Jah. Tetapi, keputusan Mbok
Jah sudah mantap. Tidak mau menjadi beban sebagai kuda tua yang tidak berdaya.
Hingga jauh malam, mereka tawar-menawar. Akhirnya, diputuskan suatu jalan
tengah. Mbok Jah akan “turun gunung” dua kali dalam setahun, yaitu pada waktu
Sekaten dan waktu Idul Fitri. Mereka lantas setuju dengan jalan tengah itu.
Mbok Jah menepati janjinya. Waktu Sekaten dan Idul Fitri, dia memang datang.
Bahkan Kedono dan Kedini selalu ikut menemaninya duduk nglesot di halaman masjid keraton untuk mendengarkan suara gamelan
Sekaten yang hanya berbunyi tang-tung-tung-grombyang
itu. Malah, lama-kelamaan mereka bisa ikut larut dan menikmati suasana Sekaten
di masjid itu.
(cerpen berjudul ‘Mbok Jah’ karya
Umar kayam)
Interpretasi
penggalan teks cerpen di atas berdasarkan nilai yang terkandung dalam cerpen
adalah…
A. nilai budaya : keluarga majikan yang tidak mau
ditinggalkan oleh Mbok Jah.
B. nilai budaya : penghargaan terhadap budaya Sekaten dan
Idul Fitri.
C. nilai sosial : para penonton duduk nglesot di halaman masjid keraton untuk mendengarkan suara gamelan.
D. nilai agama : perayaan sekaten bertepatan dengan Idul Fitri.
E. nilai moral : kebersamaan dalam menyaksikan sebuah pertunjukkan.
3.
Penggalan teks cerpen 1
Pak Lurah sangat heran melihat Pak Sastro datang malam itu
padanya. “ Maafkan, Pak Lurah, tidak usah repot-repot. Setelah pikir-pikir ada
baiknya saya tinggalkan desa ini dulu. Ini kunci-kunci rumah saya. Semua sawah,
kebun, penggilingan padi, dan sapi saya titipkan kepada desa ini melalui Pak
Lurah, mohon dirawat baik-baik. Silakan menggunakan hasilnya sesuai dengan
keperluan. Saya percayakan semuanya kepada Pak Lurah.”
Pak
Lurah hanya diam seribu bahasa tanpa bisa berkata sepatah pun. Pak Lurah
bingung hanya mata Pak Lurah yang terus memandang Pak Sastro yang terus
berbicara.
Penggalan teks cerpen 2
Hatiku berdesir saat mendengar jeritan itu. Aku terpaku dan
ternganga. Segera aku berpikir memutar otak untuk menemukan dari arah mana
datangnya suara itu. Jerit tangis kian menjadi seakan memanggil seluruh orang
yang berada di sekitar pekarangan untuk meminta tolong.
Kaki ini kian melejit menuju arah suara.
Tubuhku gemetar, hatiku bergetar, dan anehnya
tanpa aku sadari air mataku berlinang. Aku tak menyangka suara itu
berasal dari kediaman kakakku yang tidak jauh dari rumahku. Kenapa suara itu
dating dari sumur? Ada apa dengan sumur itu? Hatiku penuh dengan sejuta
pertanyaan yang tak mampu aku sendiri menjawabnya?
Setelah
membaca kedua penggalan teks cerpen di atas, perbandingan kaidah kebahasaan
berupa majas atau gaya bahasa yang terdapat dalam kutipan cerpen di atas
adalah…
A.
Teks 1, diam seribu
bahasa tanpa bisa berkata sepatah pun;
teks 2, jerit tangis kian menjadi seakan memanggil seluruh orang untuk
meminta pertolongan.
B.
Teks 1, Pak Lurah
bingung hanya mata Pak Lurah yang terus memandang Pak Sastro yang terus bicara;
teks 2, hatiku berdesir saat mendengar jeritan itu.
C.
Teks 1, saya
percayakan semuanya kepada Pak Lurah; teks 2, aku terpaku dan ternganga
D.
Teks 1, silakan
menggunakan hasilnya sesuai kebutuhan; teks 2, segera aku berpikir memutar otak
untuk menemukan arah datangnya suara itu
E.
Teks 1, setelah
dipikir-pikir ada baiknya saya meninggalkan desa ini; teks 2, hatiku penuh
dengan sejuta pertanyaan.
4.
Bacalah kutipan teks cerpen berikut!
Tino, anakku, merupakan potret Mas Tris ketika aku mengenalnya
pertama kali. Sering ia kupanggil Sutrisno
muda. Dan Mas Tris sendiri, dalam usia mendekati empat puluh tahun,
tampak sedemikian tampan berwibawa seandainya saja kakinya tidak cacat ...,
tetapi cintaku tidak berkurang karenanya.
Nilai
moral yang tersirat dari tokoh aku dalam kutipan cerpen ”Dia Selalu Juara” di
atas adalah ....
A.
seorang istri harus
mencintai suami ketika dalam kesenangan.
B.
seorang istri harus
mencintai suaminya apa adanya.
C.
seorang istri
sebaiknya selalu teringat bagaimana saat suami masih muda.
D.
seorang istri perlu
membandingkan antara anak dan suami.
E.
seorang
istri yang begitu perhatian terhadap sang suami.
5.
Bacalah kutipan cerpen berikut!
(1)Pagi itu mbok salimah menangis keras. (2)Harta yang dikumpulkan
berpuluh tahun lamanya ludes termakan
api. (3)Aku merasa kasihan terhadap wanita tua itu sepertiga honor yang
kuterima kuberikan kepadanya. (4)Kedua anaknya kubayarkan uang sekolah, dan
kutanggung kebutuhan hariannya. (5)Tanpa pamrih
apa pun aku membantu hidup mereka.
Penyuntingan terhadap penggalan teks cerpen di
atas adalah...
A.
Kaidah kebahasaan dalam penggalan teks cerpen di atas sudah tepat.
B.
Penggunaan kosakata ludes kurang
tepat seharusnya habis.
C.
Penulisan kata ‘mbok salimah’ seharusnya ‘Mbok Salimah’. Kalimat (3) dapat dijadikan
dua kalimat atau dihubungkan dengan konjungsi.
D.
Kata ‘apa pun’ pada kalimat (5) seharusnya dirangkai.
E.
Kata pamrih
kurang tepat, seharusnya ‘mendapatkan imbalan’.
6.
Bacalah kutipan teks cerpen berjudul “Dialog dalam
Lemari” karya Siswari berikut ini !
Wanita
muda itu membuka pintu kamar dengan berbalut sehelai handuk untuk menutupi
tubuhnya, mukanya putih bersih. Rambutnya masih basah. Ia membuka lemarinya,
lalu diambilnya beberapa helai pakaian, dan jilbab. Setelah memakai semuanya,
ia berdiri di depan cermin besarnya. Dipandangnya lekat-lekat sosok yang mirip
dirinya dalam cermin itu. Sesekali ia tersenyum. Setelah lama terdiam,
disemprotkan parfum ke bajunya. Kemudian, ia membuka pintu lalu pergi.
Identifikasi kaidah
kebahasaan tentang kalimat tunggal (kalimat simpleks) dan kalimat majemuk (kalimat kompleks) dalam
kutipan teks cerpen tersebut adalah …
A.
Mukanya putih bersih. Rambutnya masih basah.
B.
Dipandangnya lekat-lekat
sosok yang mirip dirinya dalam cermin itu. Sesekali ia
tersenyum.
C.
Ia membuka lemarinya, lalu
diambilnya beberapa helai pakaian, dan jilbab. Setelah memakai semuanya, ia
berdiri di depan cermin besarnya.
D.
Rambutnya masih basah. Ia membuka lemarinya, lalu diambilnya beberapa helai
pakaian, dan jilbab.
E.
Setelah lama
terdiam, disemprotkan parfum ke bajunya. Kemudian, ia membuka pintu lalu pergi.
7.
Perhatikan kutipan berikut!
Mas Joko mengajakku berunding tentang tanggal, jam,
gedung di mana pesta perkawinan kami nanti diselenggarakan. Bagaimana aku harus
melayaninya. Ibu? Aku mulai tidak betah berlama-lama dengannya. Apalagi ia
sangat percaya pada primbon. Ia memlilih hari dan tanggal berdasarkan petunjuk
primbon. Buku tebal itu penuh dengan pertunjukkan
yang sangat rumit dan menurutku tidak masuk akal. Segalanya harus sesuai
dengan perhitungan-perhitungan tertentu. Buku primbon ini menentukan segalanya,
tanpa memperdulikan akal sehat. Bayangkan, jam perkawinan bisa jatuh pada jam
tiga siang.
Evaluasi
terhadap isi bercetak miring dalam penggalan cerpen di atas adalah ....
A. Buku tebal itu penuh dengan penunjuk yang sangat rumit
dan urut-urutan yang tidak masuk akal.
B. Buku tebal itu penuh dengan petunjuk yang sangat rumit
dan urutan yang tidak masuk akal.
C. Buku tebal itu penuh dengan penunjuk yang sangat rumit
dan menurutku tidak masuk akal.
D. Buku tebal itu penuh dengan pertunjukkan yang sangat
rumit dan menurutku tidak masuk akal.
E. Buku tebal itu
penuh dengan petunjuk yang sangat rumit dan menurutku tidak masuk akal.
8.
Pantun merupakan puisi lama yang memiliki ciri sebagai berikut ...
A.
Tiap bait terdiri atas empat baris.
B.
Tiap baris terdiri atas empat bait.
C.
Terdapat sampiran pada baris ketiga dan keempat.
D.
Tiap baris terdiri atas kurang dari 8 suku kata.
E.
Memiliki bunyi akhir aa-aa
9.
Bacalah pantun berikut dengan cermat !
Asam kandis asam gelugur
Ketiga asam beriang-riang.
Menangis mayat di pintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang.
Makna pantun di atas adalah ...
A.
Mayat yang selalu menangis di dalam kubur karena tidak bisa sembahyang.
B.
Mayat yang selalu menangis di dalam kubur karena mengingat dirinya tidak
pernah menjalankan sembahyang ketika hidup di dunia.
C.
Mayat yang selalu menangis di dalam kubur karena tidak bisa sembahyang di
alam kubur karena sempit ruangnya.
D.
Mayat yang selalu menangis di dalam kubur karena tidak dapat sembahyang di
dalam kubur.
E.
Mayat yang selalu menangis di dalam kubur karena tidak
dapat sembahyang di pintu kubur.
10.
Perhatikan tabel berikut!
No.
|
Unsur
|
Pantun
|
Syair
|
1.
|
Sajak
|
Bersajak aa-aa
|
Bersajak ab-ab
|
2.
|
Jumlah baris
|
Tiap bait terdiri atas 4 baris
|
Tiap bait terdiri atas 2 baris
|
3.
|
Struktur
|
Baris 1 dan 2 disebut sampiran, baris 3 dan 4 disebut
isi
|
Keempat barisnya merupakan isi
|
4.
|
Peran
|
Sebagai media komunikasi sehari-hari
|
Sebagai media untuk menyampaikan pesan
|
5.
|
Asal
|
Berasal dari Arab
|
Berasal dari Melayu
|
Perbedaan antara pantun dan syair yang tepat ditunjukkan
oleh nomor ....
A.
1 D. 4
B.
2 E. 5
C.
3
11.
Bacalah pantun berikut !
Sarang garuda di pohon beringin
Buah kemuning di dalam puan.
Sepucuk surat dilayangkan angin
Putih kuning sambutlah Tuan.
Jumlah suku kata baris ketiga pantun di atas adalah ...
A.
8 suku kata.
B.
9 suku kata.
C.
10 suku kata.
D.
11 suku kata.
E.
12 suku kata.
12.
Baris kedua pantun di atas (soal nomor 11) berirama sama dengan baris ke
...
A.
satu dan dua
B.
dua dan tiga
C.
satu dan tiga
D.
tiga dan empat
E.
empat saja
13.
Bacalah pantun berikut dengan cermat !
Jalan-jalan ke kota Demak
Tidak lupa membeli belimbing,
Ayo kawan jangan menggertak
Terimalah dengan hati yang bening.
Berdasarkan isinya, pantun di atas termasuk jenis pantun
....
A.
perkenalan
B.
jenaka
C.
agama
D.
nasihat
E.
teka-teki
14.
Bacalah teks puisi di bawah ini dengan cermat!
Diriku lemah anggotaku layu
Rasakan cinta bertalu-talu
Kalau begini datangnya selalu
Tentulah kakanda berpulang dahulu
Teks di atas termasuk ...
A.
pantun
B.
pantun kilat
C.
syair
D.
talibun
E.
gurindam
Bacalah teks cerita ulang biografi di bawah ini dengan seksama untuk
mengerjakan soal no 15 sampai dengan 17!
SEKELEBAT RIWAYAT RAMADHAN K.H.
1)
Ia suka dipanggil Tutun oleh keluarganya,
dan disapa Atun oleh teman-teman dekatnya. Ia sendiri biasa menuliskan namanya,
Ramadhan K.H. semacam kependekan dari Ramadhan Kartahadimadja. Lahir di Bandung,
16 Maret 1927, Ramadhan adalah anak ke tujuh dari sepuluh bersaudara. Ayahnya
Rd. Edjeh Kartahadimadja, adalah seorang patih pada masa kekuasaan Hindia
Belanda. Ramadhan lahir dari pernikahan Rd. Kartahadimadja dengan istri
ketiganya, Sadiah.
2)
Masa kecil Ramadhan dilewatkan di Cianjur,
sebuah kota yang dipeluk hawa sejuk, tanah kelahiran pengarang ternama Utuy
Tatang Sontani (1918-1978). Dunia Ramadhan serupa bianglala: Ia mengubah puisi
dan mengarang novel serta cerita pendek ; ia pernah bekerja sebagai wartawan,
mengasuh ruangan kebudayaan, dan hingga kini menjadi penulis lepas; ia
menerjemahkan karya-karya sastra mancanegara dan turut aktif membangun jembatan
budaya yang menghubungkan Indonesia dengan negeri-negeri asing; ia menyunting
sejumlah buku dan pernah turut mengelola lembaga penerbitan; ia pernah ikut
aktif dalam pengelolaan organisasi kesenian; ia pun belakangan terkenal sebagai
penulis biografi tokoh-tokoh terkemuka Indonesia. Tak diragukan lagi,
3)
Ramadhan K.H. menduduki tempat terpandang
di jajaran penulis Indonesia.
(Dikutip
dari buku: Ramadhan K.H. Tiga Perempat Abad)
15.
Teks
cerita ulang biografi di atas yang termasuk struktur orientasi adalah…
A. Paragraf 1.
B. Paragraf 2.
C. Paragraf 3.
D. Paragraf 2 dan 3.
E.
Paragraf 1 dan 2.
16.
Informasi
yang kita dapat setelah membaca teks cerita ulang biografi di atas adalah…
A.
Ramadhan
K.H. adalah seorang sastrawan yang lahir di Bandung dan memiliki tiga anak.
B.
Ramadhan
K.H. adalah anak dari Raden Kartahadimadja dari istri ketiganya Sadiah.
C.
Ramadhan
K.H. memiliki nama panjang Ramadhan Kartanegara.
D.
Ramadhan K.H. adalah seorang sastrawan yang lahir di Bandung dan
memiliki tiga istri.
E.
Ramadhan K.H. adalah sastrawan yang menerjemahkan karya-karya manca negara.
17.
Teks
cerita ulang biografi di atas yang termasuk struktur urutan peristiwa kehidupan
tokoh adalah…
A.
Paragraf
1.
B.
Paragraf
2.
C.
Paragraf
3.
D.
Paragraf
2 dan 3.
E.
Paragraf 1 dan 2.
18. Bacalah
teks cerita ulang biografi di bawah ini dengan seksama!
1)
Diantaranya
Pelik-pelik Bahasa Indonesia, Pembinaan Bahasa Indonesia di TVRI, Inilah Bahasa
Indonesia yang Benar, Membina Bahasa Indonesia Baku, dan Kamus Umum Bahasa
Indonesia yang disusunnya bersama Muhammad Zain.
2)
Buku-buku
yang ditulisnya kurang lebih 28 judul.
3)
Ia
juga memberikan ceramah dan mengikuti seminar di dalam maupun di luar negeri.
4)
Pendidikan
Sarjana ditempuhnya di Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran di Bandung (1963),
Postgraduate Study Linguistic di Leiden-Holland (1971–1973), danmemperoleh
gelar doctor dalam ilmu-ilmu sastra dengan pengkhususan linguistik di
Universitas Indonesia (1975).
5)
Yus
Badudu menjadi pengajar lebih dari 50 tahun, mulai dari sekolah dasar sampai
perguruan tinggi.
6)
Di
sanalah ia dibesarkan dan menamatkan sekolahnya.
7)
Ketika
usianya menginjak 3 tahun,orangtuanya hijrah ke Poso, Sulawesi Tengah.
8)
Prof.
Dr. H. Jusuf Sjarif Badudu, yang lebih dikenal dengan nama Yus Badudu, dilahirkan
pada tanggal 19 Maret 1926 di Gorontalo.
Cerpen
di atas apabila disusun menjadi urutan yang benar adalah…
A.
1-2-3-4-5-6-7-8.
B.
8-7-6-4-5-3-2-1.
C.
1-2-6-7-3-4-8-5.
D.
6-7-8-1-2-3-4-5.
E. 1-2-4-3-6-5-8-7.
Bacalah teks cerita ulang biografi di bawah ini dengan seksama untuk
mengerjakan soal nomor 19 dan 20!
Henry Guntur Tarigan, dilahirkan pada tanggal
23 September 1933, di Linggajulu, Kabanjahe, Sumatra Utara. Ia menyelesaikan pendidikannya
pada Fakultas Keguruan dan llmu Pendidikan Universitas Padjadjaran Bandung
(1962). Ia mengikuti Studi Pascasarjana Linguistik di Rijksuniversiteit Leiden,
Belanda (1971–1973). Ia meraih gelar Doktor dalam bidang Linguistik pada Fakultas
Sastra Universitas Indonesia (1975) dengan disertasi berjudul “Morfologi Bahasa
Simalungun”. Karya-karyanya antara lain: Struktur Sosial Masyarakat Simalungun,
Morfologi Bahasa Simarungun, Prinsip-prinsip Dasar Puisi, Prinsip-prinsip Dasar
Fiksi, Prinsip-prinsip Dasar Drama, Prinsip-prinsip Dasar Kritik Sastra, Penganntar
Sintaksis, Bahasa Karo, Sastra Lisan Karo, Percikan Budaya Karo,
Psikolinguistik,Tata Bahasa Tagmemik, Linguistik Konstratif, Menyimak (Sebagai
Suatu Keterampilan Berbahasa), Berbicara (Suatu Keterampilan Berbahasa), Membaca
(Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa), Menulis (Sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa), dan Tatarucingan Sunda.
19.
Informasi
yang kita dapat setelah membaca teks cerita ulang biografi di atas adalah…
A.
Henry
Guntur Tarigan adalah seorang tokoh dalam ilmu bahasa dan sastra.
B.
Henry
Guntur Tarigan menghasilkan empat karya ilmiah.
C.
Henry
Guntur Tarigan meraih gelar Doktor di Rijksuniversiteit Leiden, Belanda
(1971–1973).
D.
Henry
Guntur Tarigan lahir di Linggajulu, Kabanjahe, Sumatra Utara.
E.
Henry Guntur Tarigan lahir di Leiden, Belanda.
20.
Konjungsi
yang terdapat dalam teks biografi di atas adalah…
A.
dan,
dengan.
B.
dan,
pada.
C.
dan,
dalam.
D.
dan,
disertai.
E.
dan, antara.
PETUNJUK KHUSUS
Kerjakan soal uraian berikut ini, gunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar serta tulisan yang rapi!
1.
Bacalah teks cerpen berikut ini!
Teks cerpen A
MBOK JAH
Oleh Umar Kayam
Sudah dua tahun, baik pada Lebaran maupun Sekaten, Mbok Jah
tidak “turun gunung” keluar dari desanya di bilangan Tepus, Gunung Kidul, untuk
berkunjung ke rumah bekas majikannya, keluarga Mulyono, di kota. Meskipun sudah
berhenti karena usia tua, dan capek menjadi pembantu rumah tangga, Mbok Jah
tetap memelihara hubungan yang baik dengan seluruh anggota keluarga itu. Dua
puluh tahun telah dilewatinya untuk bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga
yang sederhana dan sedang-sedang saja kondisi ekonominya itu.
Gaji
yang diterimanya tidak pernah tinggi. Cukup saja. Tetapi, perlakuan yang baik dan penuh tepa selira dari seluruh keluarga itu
telah memberinya rasa aman, tenang, dan tenteram. Buat seorang janda yang sudah
setua itu, apakah yang dikehendaki lagi selain atap untuk berteduh dan makan
serta pakaian yang cukup. Lagi pula anak tunggalnya yang tinggal di Surabaya
dan menurut kabar hidup berkecukupan,
tidak mau lagi berhubungan dengannya. Tarikan dan pelukan isteri dan
anak-anaknya rupanya begitu erat melengket hingga mampu melupakan ibunya sama
sekali. Tidak apa, hiburnya.
Di
rumah keluarga Mulyono ini, dia merasa mendapat semuanya. Tetapi, waktu dia
mulai merasa semakin renta tidak
sekuat sebelumnya – Mbok Jah merasa dirinya menjadi beban keluarga itu. Dia
merasa butuh tumpangan gratis. Dan harga dirinya memberontak terhadap keadaan
itu. Diputuskannya untuk pulang saja ke desanya.
Dia
masih memiliki warisan sebuah rumah desa – yang meskipun sudah tua dan tidak
terpelihara – akan dapat dijadikannya tempat tinggal di hari tua. Dan juga tegalan barang sepetak dua petak masih
juga ada. Pasti semua itu dapat diaturnya dengan anak jauhnya di desa. Pasti
mereka semua dengan senang hati akan menolongnya mempersiapkan semua itu. Orang
desa semua tulus hatinya. Tidak seperti kebanyakan orang kota, pikirnya.
Sedikit-sedikit duit, putusnya.
Maka dikemukakannya
ini kepada majikannya. Majikannya beserta seluruh anggota keluarga – yang hanya
terdiri dari suami, istri, dan dua orang anak – protes keras dengan keputusan
Mbok Jah. Mbok Jah sudah menjadi bagian yang nyata dan hidup sekali dari rumah
tangga ini, kata ndoro putri. Dan
siapa yang akan mendampingi si Kedono dan si Kedini yang sudah beranjak dewasa,
desah ndoro kakung, wah, sepi lho,
Mbok kalau tidak ada kamu! Lagi, siapa yang dapat bikin sambel terasi yang
begitu sedap dan mlekok selain kamu,
Mbok, tukas Kedini dan Kedono.
Pokoknya
keluarga majikan tidak mau ditinggalkan oleh Mbok Jah. Tetapi, keputusan Mbok
Jah sudah mantap. Tidak mau menjadi beban sebagai kuda tua yang tidak berdaya.
Hingga jauh malam, mereka tawar-menawar. Akhirnya, diputuskan suatu jalan
tengah. Mbok Jah akan “turun gunung” dua kali dalam setahun, yaitu pada waktu
Sekaten dan waktu Idul Fitri. Mereka lantas setuju dengan jalan tengah itu.
Mbok Jah menepati janjinya. Waktu Sekaten dan Idul Fitri, dia memang datang.
Bahkan Kedono dan Kedini selalu ikut menemaninya duduk nglesot di halaman masjid keraton untuk mendengarkan suara gamelan
Sekaten yang hanya berbunyi tang-tung-tung-grombyang
itu. Malah, lama-kelamaan mereka bisa ikut larut dan menikmati suasana Sekaten
di masjid itu.
“Kok, suaranya aneh ya, Mbok. Tidak seperti gamelan
kelenengan biasanya.”
“Ya, tidak, Gus, Den Rara. Ini gending keramatnya
Kanjeng Nabi Muhammad.”
“Lha, Kanjeng Nabi apa tidak ngantuk mendengarkan
ini, Mbok?”
“Lha, ya, tidak. Kalau mau mendengarkan dengan nikmat,
pejamkan mata kalian.”
“Nanti rak kalian bisa masuk.”
Mereka menurut.
Dan betul saja, lama kelamaan suara gamelan Sekaten itu enak juga didengar.
Selain
Sekaten dan Idul Fitri itu peristiwa menyenangkan karena kedatangan Mbok Jah,
sudah tentu juga oleh-oleh Mbok Jah dari desa. Terutama juadah yang halus, dan gurih, dan kehebatan Mbok Jah menyambal
terasi yang tidak kunjung surut. Sambal itu ditaruhnya dalam satu toples dan
kalau habis, setiap hari dia masih juga menyambelnya. Belum lagi dia membantu menyiapkan
hidangan Lebaran yang lengkap. Orang tua renta itu masih ikut menyiapkan segala
masakan semalam suntuk. Dan semuanya masih dikerjakannya dengan sempurna. Opor ayam, sambel goreng ati, lodeh,
srundeng, dendeng ragi, kupat, lontong, abon, bubuk udang, semua lengkap
belaka disediakan oleh Mbok Jah. Dari mana energi itu datang pada tubuh orang
tua itu tidak seorang pun dapat menduganya.
Setiap
dia pulang ke desanya, Mbok Jah selalu kesulitan untuk melepaskan dirinya dari
pelukan Kedono dan Kedini. Anak kembar laki perempuan itu, meski sudah
mahasiswa, selalu saja mendudukkan diri mereka pada embok tua itu. Ndoro putri
dan ndoro kakung selalu tidak pernah lupa menyiapkan uang sangu beberapa puluh
ribu rupiah dan tidak pernah lupa wanti-wanti
pesan untuk selalu kembali setiap Sekaten dan Idul Fitri.
“Inggih,
Ndoro-ndoro saya dan Gus-Den Rara yang baik. Saya pasti akan datang.”
Tetapi,
begitulah. Sudah dua Sekaten dan dua Lebaran terakhir Mbok Jah tidak muncul.
Keluarga Mulyono bertanya-tanya, jangan-jangan Mbok Jah mulai sakit-sakitan
atau jangan-jangan malah …
“Ayo,
sehabis Lebaran kedua, kita kunjungi Mbok Jah ke desanya,” putus ndoro kakung.
“Apa
Bapak tahu desanya?”
“Ah
kira-kira, ya, tahu. Wong di Gunung Kidul saja, lho. Nanti kita tanya orang.”
Dan
waktu bertanya ke sana kemari di daerah Tepus, Gunung Kidul, itu ternyata lama
sekali. Pada waktu akhirnya desa Mbok Jah itu ketemu, jam sudah menunjukkan
lewat jam dua siang. Perut Kedono dan Kedini sudah lapar meskipun sudah
diganjal dengan roti sobek yang seharusnya sebagian untuk oleh-oleh Mbok Jah.
Desa
itu tidak indah, nyaris buruk, dan ternyata tidak juga makmur dan subur. Mereka
semakin terkejut lagi waktu menemukan rumah Mbok Jah. Kecil, miring, dan
terbuat dari gedek dan kayu murahan.
Tegalan yang selalu diceritakan ditanami dengan palawija nyaris gundul tidak
ada apa-apanya.
“Kulo nuwun.
Mbok Jah. Mbok Jah.”
Waktu
akhirnya pintu dibuka, mereka terkejut lagi melihat Mbok Jah yang tua itu
semakin tua lagi. Jalannya tergopoh, tetapi juga tertatih-tatih menyambut bekas
majikannya.
“Walah,
walah, Ndoro-ndoro saya yang baik, kok, bersusah-susah mau datang ke desa saya
yang buruk ini. Mangga, mangga, ndoro sekalian masuk dan duduk di dalam.”
Di
dalam hanya ada satu meja, beberapa kursi yang sudah reot, dan sebuah amben yang agaknya adalah tempat tidur
Mbok Jah. Mereka disilakah duduk. Dan, keluarga Mulyono masih ternganga-nganga
melihat kenyataan rumah bekas pembantu mereka itu.
“Ndoro-ndoro,
sugeng riyadi, nggih, minal aidin wal faizin. Semua dosa-dosa saya supaya
diampuni, nggih, Ndoro-ndoro, Gus-Den Rara.”
“Iya,
iya, Mbok. Sama-sama saling memaafkan.”
“Lho,
ini tadi pasti belum makan semua, to? Tunggu, semua duduk yang enak, si Mbok
masakkan, nggih?”
“Jangan
repot-repot, Mbok. Kita tidak lapar, kok. Betul!”
“Aah,
pasti lapar. Lagi ini sudah hampir Asar. Saya masakkan nasi tiwul, nasi
dicampur tepung gaplek, nggih.”
Tanpa
menunggu pendapat ndoro-ndoronya, Mbok Jah langsung saja menyibukkan diri
menyiapkan makanan. Kedono dan Kedini yang ingin membantu ditolak. Mereka
kemudian menyaksikan bagaimana Mbok Jah yang di dapur mereka di kota dengan
gesit menyiapkan makanan dengan kompor elpiji dengan nyala api yang mantap; di
dapur desa itu - yang sesungguhnya juga
di ruang dalam tempat mereka duduk – mereka menyaksikan si Mbok dengan susah
payah meniup serabut-serabut kelapa yang agaknya tidak cukup kering
mengeluarkan api. Akhirnya, semua makanan itu siap juga dihidangkan di meja.
Yang disebut sebagai sebuah makanan itu nasi
tiwul, daun singkong rebus, dan sambal cabe merah dengan garam saja. Air
minum disediakan di kendi yang terbuat dari tanah.
“Silakan
Ndoro, makan seadanya. Tiwul Gunung Kidul dan sambelnya Mbok Jah tidak pakai
terasi karena kehabisan terasi, dan temannya cuma daun singkong yang direbus.”
Mereka
pun makan pelan-pelan. Mbok Jah yang di rumah mereka kadang-kadang masak
spaghetti atau sup makaroni, tetapi di rumahnya sendiri ia hanya mampu masak
tiwul dengan daun singkong rebus tanpa terasi. Dan keadaan rumah itu? Ke mana
saja uang tabungannya yang lumayan banyak itu pergi? Bukankah dia dulu berani
pulang ke desa karena sanak saudaranya akan dapat menolong dan menampungnya
dalam desa itu? Keluarga itu, semakin dibentuk oleh pertanyaan batin kolektif,
membayangkan berbagai kemungkinan. Dan Mbok Jah seakan mengerti apa yang sedang
dipikir dan dibayangkan oleh ndoro-ndoronya, segera menjelaskan.
“Sanak
saudara saya itu miskin semua kok, Ndoro, jadi uang sangu saya dari kota,
lama-lama ya, habis buat bantu ini dan itu.”
“Lha,
Lebaran begini apa mereka tidak datang to, Mbok?”
“Lha,
yang dicari di sini apa lho, Ndoro. Ketupat sama opor ayam?”
“Anakmu?”
Mbok
Jah menggelengkan kepala tertawa kecut.
“Saya
itu punya anak to, Ndoro?”
Kedono
dan Kedini tidak tahan lagi. Diletakkannya piring mereka dan langsung memegang
bahu embok mereka.
“Kau
ikut kami ke kota, ya? Harus! Sekarang juga bersama kami!”
Mbok
Jah tersenyum, tetapi menggelengkan kepala.
“Simbok
tahu kalau anak-anakmu akan menawarkan ini. Kalian anak-anakku yang baik. Tapi
tidak. Gus – Den Rara, rumah simbok di hari tua, ya, di sini. Nanti Sekaten dan
Lebaran yang akan datang, saya pasti datang. Betul.”
Mereka
pun tahu itu keputusan yang tidak bisa ditawar lagi. Lalu mereka pamit pulang.
Tetapi hujan turun semakin deras dan rapat. Mbok Jah mnegingatkan ndoro
kakungnya kalau hujan begitu akan susah mengemudi. Jalan tidak kelihatan saking
rapatnya air hujan turun. Di depan hanya akan kelihatan warna putih dan kelabu.
Mereka lantas duduk berderet di amben di beranda memandang ke tegalan. Benar, tegalan itu berwarna putih dan kelabu.
Teks
cerpen B
DOA
ISTRI TUKANG GORENGAN
Pagi ini aku
bangun seperti biasanya ketika jarum tepat di jam empat subuh. Semua penghuni
rumah masih terlelap dalam mimpi mereka. Kusiapkan sarapan dan bekal
makan untuk anak-anak yang akan sekolah. Seperti hari-hari biasanya sesudah
beres urusan di rumah, aku pergi ke pasar tradisional untuk belanja keperluan
dagangan suamiku. Suamiku seorang tukang gorengan yang mangkal di
dekat terminal angkot di Tangerang.
Pasar Serpong
sudah buka sejak pagi buta. Para pedagang yang berjualan di area parkir angkot
sibuk melayani para pembeli yang kebanyakan para bakul yang akan
berbelanja untuk dijual lagi di rumahnya atau dijajakan keliling. Kebanyakan
para pembeli memang kaum hawa. Area parkir ini sampai jam enam digunakan untuk
tempat mangkal para penjual sayur, buah, makanan kecil, bumbu, dan lain-lain.
Aku mulai mencari
barang yang akan kubeli. Karena suamiku penjual gorengan, barang yang kubeli
adalah minyak curah, tepung terigu, tepung tapioka untuk campuran tepung terigu
agar rasa gorengan lebih renyah dan kemeriuk, toge, wortel, kubis, daun bawang, ubi jalar, pisang uli, singkong,
dan tentu saja tahu-tempe.
Ini dia masalahnya.
Sesudah aku berkeliling mencari bahan-bahan tadi ternyata semua barang harganya
makin naik saja. Sementara itu uang modal kami tetap sama, tidak bertambah. Wadoohh,
opo iki, rek? Semua barang kok mahal.
Harga semua barang
naik terus karena harga minyak dunia makin mahal. Begitu kata orang-orang.
Katanya lagi bahan makanan ikut-ikutan mahal karena pengaruh minyak dunia dan
juga karena global warming. Katanya sekarang lingkungan hidup makin
kacau karena itu tanaman pangan pun kena akibatnya. Kan sekarang lagi ngetren
global warming. Katanya lagi segala bencana yang terjadi di muka bumi
ini gara-gara satu kata asing itu. Dan yang jelas semuanya itu ulah manusia
begitu katanya. Kalau global warming ya itu sih tak begitu kupahami,
tetapi kalau kekacauan ini ulah manusia itu sih setuju sekali.
Jadi semua orang
harus mulai memikirkan bumi ini dengan berbagai cara. Salah satunya
memperhatikan polusi yang dibuat oleh kendaraan yang berbahan bakar yang
asalnya dari fosil. Sisa bahan bakar dari kendaraan yang berupa asap itu
mengandung CO. Katanya lagi, gas itu semua menguap ke udara sampai sangat
jenuh. Lha yang menyebabkan bumi makin panas dan gonjang-ganjing
iki sajane sopo? Kami ini kan hanya wong cilik pembuat gorengan
saja. Kami ‘ndak ngerti apa itu global warming, tetapi
yang kami rasakan bahwa hidup semakin sulit. Jadinya yang dikatakan dalam suluk
dalang waktu wayangan kok jadi kenyataan, ya? Bumi gonjang-ganjing.
Lha, kula niku
naming wong cilik. Bojone tukang gorengan, yang ndak
pernah baca koran. Paling dengar berita dari tv, kata mbak penyiar
yang ayu-ayu itu, memang segala sesuatu lagi tidak seimbang. Nah, itu
dia akibat dari semua itu menimpa kami, keluarga tukang gorengan. Tentu saja
aku tidak sendirian, itu sudah lama kutahu. Kami, wong cilik ini
menjadi korban pertama dari semua situasi ini.
Tapi, yang
mengherankan para penggede itu kok sepertinya tidak menyadari, apa
lagi peduli pada keadaan ini. Mereka masih asyik dengan mainan masing-masing
yang menghabiskan milyaran rupiah. Itu kata Mas Wahyu, mahasiswa yang jadi
aktivis di kampusnya. Mas Wahyu itu suka beli gorengan buatan suamiku tiap pagi
sebelum kuliah.
Karena sudah
siang, akhirnya kuputuskan untuk pulang ke rumah dengan belanja seadanya sesuai
uang modal belanja. Kasihan Mas Karmin, akan diprotes langganannya karena harga
gorengan tambah mahal. Kasihan anak-anak, uang sekolahnya akan telat lagi.
Kasihan si bungsu, susunya akan tambah diencerkan dengan ditambah air
banyak-banyak. Kasihan Pak Haji, uang kontrakannya akan nunggak lagi. Wah… kok,
gara-gara harga minyak dan gombal warming tadi jadinya merembet ke
mana-mana, ya.
Mas Karmin sudah
membereskan perangkatnya. Berangkat dengan gerobaknya. Siap mangkal dengan
bahan ala kadarnya. Mas Karmin orangnya jujur. Tak mau meniru temannya yang suka
mencampur minyak lama yang rupane wis ora karuan dengan minyak baru.
Katanya biar ngirit. Prinsip Mas Karmin itu namanya curang. Yen curang kuwi
ora apik. Temannya juga mencemplungkan plastik bekas bungkus minyak ke
dalam mimyak yang panas. Katanya biar gorengannya kemeripik. Mas
Karmin tak mau melakukannya karena itu ora becik, dosa, meracuni pangan,
hukumnya dosa. Mas Karmin adalah tukang gorengan yang paling kukagumi. Dia
lelaki jujur. Dan tentu saja dia suami yang baik. Bagiku dia adalah lelaki
lelanang jagat.
Aku mengantarkan
Mas Karmin sampai pintu gang. Kembali ke rumah petak kami untuk beres-beres.
Ini kulakukan pada saat semua sudah beres, duduk di tikar dan bersandar di
tembok sambil menyelonjorkan kaki. Si Bungsu sudah tidur, kedua kakaknya
sekolah, Mas Karmin masih jualan, dan pekerjaan rumah sudah selesai. Dalam
diamku aku melipat tangan dan matur kepada yang Maha Kuasa:
Gusti Allah, Yang Maha Murah,
Segala barang di pasar tak ada yang
murah.
Harga tak bersahabat lagi.
Ya Allah, Engkau yang menciptakan
alam raya.
Yang kaya raya.
Bantulah kami
untuk bertahan dalam situasi sulit seperti ini.
Untuk
memperjuangkan hidup yang sudah Engkau beri.
Meski semua barang
harganya mahal, tapi biarlah iman kami tetap kuat.
Dagangan Mas
Karmin tetap bisa laku agar kami bisa melanjutkan kehidupan kami.
Ingatkan kami selalu untuk selalu
memelihara iman di antara harga tepung, minyak goreng, sayuran, dan kedelai
yang kian naik.
Engkau memahami
kesusahan ini.
Mohon kekuatanmu supaya kami bisa melalui ini semua dengan
sesantiasa mengucap syukur.
Biarlah harapan menjadi kekuatan bagi
kami untuk senantiasa berjuang dengan penuh semangat. Amin.
Dalam diam dan tanganku yang terkatup
aku melebur bersama semesta untuk sampai kepada yang Maha Tinggi melepaskan
segala beban. Doaku mengambang dalam udara yang beraroma pengap,
menembusnya dan menggelepar untuk sampai pada tujuannya. Aku duduk, meski
dalam pengap, aku selalu punya harapan bisa melalui satu hari saja tanpa rasa
khawatir. Hari esok tak perlu terlalu dirisaukan, tetapi perlu dipikirkan.
Karena yang aku tahu risau tak menyelesaikan kesusahan.
Bandingkan kedua teks cerpen di atas
berdasarkan:
a.
Struktur teks cerpen.
b.
Kaidah kebahasaan teks cerpen
berupa: lima kosakata, dua gaya bahasa serta dua kalimat tunggal dan kalimat
majemuk.
2.
Konversikan teks yang bercetak tebal pada teks cerpen A
di atas menjadi naskah drama!
3.
Buatlah cerpen berdasarkan urutan kerangka berikut ini!
a.
Sebuah keluarga yang dikepalai oleh suami seorang penjual jagung rebus
keliling, istri bernama Sutini dengan
satu anak tinggal di gubuk kecil perkampungan kumuh.
b.
Setiap malam hari Sutini, istri penjual jagung rebus keliling, mengupas dan
merebus jagung.
c.
Seorang anaknya, Astri sedang belajar di kamarnya yang sempit sambil
mondar-mandir karena kebingungan memikirkan uang sekolah yang harus segera
dibayarkan menjelang Ulangan Akhir Semester 1. Ia merasa tak tega jika harus
meminta uang dalam kondisi serba sulit ini.
d.
Malam sudah larut, hujan deras disertai petir ditambah dengan listrik yang
tiba-tiba mati. Menanti kepulangan Bapaknya, Ibu dan anak itu sambil makan.
Hingga keduanya tertidur, Bapak masih belum pulang juga.
e.
Keesokan harinya, tiba-tiba datang saudara Bapaknya yang mengabarkan bahwa
Bapaknya di rumah sakit karena tadi malam tertimpa pohon tumbang.
f.
Ibu dan Astri langsung menemui Bapaknya di rumah sakit. Tanpa diduga
Bapaknya langsung menyerahkan uang kepada Astri untuk membayar uang sekolahnya.
Ternyata tanpa diminta, Bapaknya sudah menyiapkan uang untuk Astri.
4.
Tentukan struktur dan kaidah kebahasaan teks pantun berikut ini!
Lihatlah lihat ada tamu,
Tamu itu datang berdua-dua.
Sungguh senang ku bersamamu,
Bagai dunia milik berdua.
5.
Buatlah sebuah pantun anak-anak bersuka cita!
6.
Buatlah rangkuman dari teks pantun di bawah ini:
Jalan-jalan ke kota batik,
tidak lupa membeli baju.
Apa guna berparas cantik,
tapi tidak menuntut ilmu.
7.
Ubahlah teks pantun pada soal nomor 6 di atas menjadi syair!
![]() |
Profil Afgan Syah Reza
Nama Lengkap: Afgan Syah Reza
Lebih Dikenal : Afgan
Tanggal Lahir : 27 Mei 1989
Zodiak : Gemini
Hobi :
Berenang, Fitness
Makanan Favorit: Mie Instan, Masakan Italia, Sambal
Pekerjaan : Penyanyi,
Aktor
Nama
Ibu : Lola Purnama
8. Dari biodata di atas, buatlah teks cerita ulang biografi dengan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
9. Buatlah rangkuman dari teks cerita ulang biografi di bawah ini!
Nama Syahrini mencuat
sebagai penyanyi ketika ia berpasangan dengan Anang Hermansyah di single
"Jangan Memilih Aku" (2010). Tak lama kemudian mereka merilis single
kedua yang berjudul "Cinta Terakhir" (2010). Single ini juga meraih
kesuksesan yang sama seperti single sebelumnya.Pada tahun 2011, Rini
menyanyikan kembali lagu hits "Aku Tak Biasa" yang populer
dinyanyikan oleh Almarhumah Alda Risma. Lagu “Aku Tak Biasa” ini diaransemen
oleh Anang Hermansyah yang sudah terbiasa dengan karakter vokal Syahrini. Syahrini yang tak mau namanya tenggelam
berbarengan dengan berakhirnya kontrak dengan Anang, merilis single "Kau
yang Memilih Aku" (2011). Lagu ini merupakan karya adik kandung Syahrini
sendiri, Aisyah Rani. Menjelang bulan Ramadahan, Syahrini merilis single
bertema religi "Taubatlah Taubat" (2011). Di single tersebut ia
dibantu Pasha Ungu dalam proses penggarapannya. Kontribusi Syahrini di bidang
tarik suara terbilang cukup sukses. Terbukti, di acara penghargaan SCTV Awards 2011, Syahrini menyabet
gelar "Penyanyi Terpopuler" serta "Penyanyi Wanita Paling
Inbox" di Inbox Awards 2011. Syahrini dinobatkan sebagai "Artis
Trendmaker 2011" versi infotainment karena fashion yang dikenakan sampai
gaya bicaranya. Syahrini mencetuskan gaya bicara "Alhamdulillah ya, sesuatu
banget" yang menjadi trend di kalangan anak muda. Selain itu, ia juga
iseng menamai tata riasnya, seperti "Jambul Khatulistiwa" dan
"Bulu Mata Anti-Tsunami".
10. Ubahlah teks cerita ulang biografi di bawah ini menjadi sebuah teks
narasi!
Chairil Anwar.
Penyair ini dilahirkan di Medan, 26 Juli 1922, meninggal 28 April 1949 di
Jakarta. Berpendidikan HIS dan MULO (tidak tamat). Chairil Anwar bersama Asrul
Sani, Rivai Apin, dan seniman lain ikut mendirikan Gelanggang Seniman Merdeka
(1946).
Ia menjadi redaktur
Gelanggang (ruang budaya Siasat, 1948–1949) dan redaktur Gema Suasana (1949).
Kumpulan sajaknya: Kerikil Tajam dan Yang
Terhempas dan Yang Putus (1949), Deru
Campur Debu (1949), Tiga Menguak
Takdir (kumpulan sajak, bersama Asrul Sani dan Rival Apin, 1950), Aku Ini Binatang Jalang (1986), dan Derai-Derai Cemara (1999).
Sajak-sajaknya yang lain serta sejumlah tulisannya yang lain dihimpun oleh H.B.
Jassin dalam Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45 (1956). Selain menulis sajak, Chairil Anwar juga
banyak menerjemahkan karya-karya asing, di antaranya: Pulanglah Dia Si Anak Hilang (karya Andre Gide, 1948) dan Kena Gempur (novel terjemahan, 1950). Oleh
H.B. Jassin ia dinobatkan sebagai pelopor Angkatan 45.
